Terkuak! Angka Kemiskinan Nasional Turun, Tapi Jutaan Warga Kota Justru Kian Melarat di Maret 2025!

Ringkasan

• Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data bahwa persentase penduduk miskin Indonesia pada Maret 2025 menurun 0,10 persen menjadi 8,47 persen dari total populasi. Jumlah penduduk miskin berkurang 210.000 orang dari September 2024, mencapai 23,85 juta orang.
• Meskipun angka nasional menurun, BPS mencatat jumlah penduduk miskin di perkotaan justru bertambah sekitar 220.000 orang, dari 11,05 juta orang pada September 2024 menjadi 11,27 juta orang pada Maret 2025. Persentase kemiskinan perkotaan naik dari 6,66% menjadi 6,73%.
• Sebaliknya, kemiskinan di pedesaan mengalami penurunan signifikan, dari 11,34% menjadi 11,03%. Hal ini disebabkan akses penduduk desa ke pangan lokal dan peningkatan nilai tukar petani (NTP), serta peningkatan tenaga kerja di sektor perdagangan dan pertanian.
• Peningkatan kemiskinan di perkotaan dipengaruhi oleh kenaikan jumlah setengah penganggur (sekitar 460.000 orang antara Agustus 2024-Februari 2025), kenaikan tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada laki-laki, dan kenaikan harga pangan seperti minyak goreng, cabai rawit, dan bawang putih.
• Garis kemiskinan nasional pada Maret 2025 ditetapkan sebesar Rp609.160 per kapita per bulan, atau sekitar Rp20.000 per hari. Angka ini dinilai terlalu rendah oleh beberapa ekonom, seperti Esther Sri Astuti dari INDEF, yang menganggapnya tidak relevan dengan biaya hidup layak.
• Para ekonom, termasuk Eko Listiyanto dan Mohammad Faisal dari CORE Indonesia, meragukan data penurunan angka kemiskinan secara keseluruhan karena tidak menggambarkan peningkatan kesejahteraan yang sebenarnya. Mereka berpendapat bahwa penurunan ini mungkin lebih disebabkan oleh program bantuan sosial (bansos) pemerintah, yang dinilai bukan solusi pengentasan kemiskinan jangka panjang.
• Fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal juga menjadi perhatian. Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) mencatat jumlah PHK tahun ini naik 32,19% dibandingkan tahun lalu, yang berpotensi mendorong lebih banyak orang ke garis kemiskinan.
• Data BPS sempat mengalami penundaan rilis dari jadwal semula 15 Juli 2025 ke 25 Juli 2025, yang menimbulkan keraguan publik dan sentilan dari Komisi X DPR RI. Namun, Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menegaskan penundaan dilakukan untuk memastikan kualitas dan keakuratan data, tanpa ada pesanan atau manipulasi dari pihak mana pun.
• Presiden Prabowo Subianto sempat mengklaim keberhasilan penurunan angka kemiskinan berdasarkan laporan Kepala BPS, yang kemudian menjadi sorotan karena rilis data resmi belum dilakukan saat itu.
• Para ekonom sepakat bahwa kemiskinan adalah komoditas "seksi" bagi politisi, sering dijadikan rujukan keberhasilan kepemimpinan. Mereka menekankan perlunya perbaikan metode penghitungan kemiskinan agar data lebih akurat dan relevan, seiring dengan target revisi garis kemiskinan nasional yang diharapkan rampung tahun ini.